Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Tentang Januari

Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Biru pada Januari. Tentang rindu yang kehilangan rumah untuk dapat selalu pulang. Tentang persimpangan pada perjalanan kita yang membuat kita memilih jalan masing-masing.
Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari.
Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Tahukah kamu? Ada banyak tanya menyeruak tentang kau yang terlebih dulu memutuskan untuk berkemas meninggalkan. Menyimpan rapat-rapat tentang kebahagiaan yang sempat singgah.

Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Aku ingat, di hari ke tiga, kau mengatakan bahwa kita masih di perjalanan yang sama. Pun aku, masih menjadi perempuan yang tinggal di perjalanan kita.
Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Aku ingat, di hari ke sembilan, tiba-tiba saja kau mengatakan bahwa kita telah dihadapkan dengan sebuah persimpangan. Pun engkau, yang memutuskan untuk melepas harap, dan berhenti mengusahakan bahagia, dan berhenti menjadi bagian dari kita.
Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Dan aku ingat, hari-hari setelah hari ke sembilan, aku selalu datang ke kedai dan meneguk banyak-banyak kopi pahit. Hampir setiap hari, oh bahkan memang setiap hari. Kopi pahit tanpa gula. Sedikit membantu mengobati luka yang egois. Luka yang enggan memberi jalan untuk disembuhkan.
Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Dan aku pun ingat, namun entah di hari keberapa, kita sudah menjadi dua orang asing yang enggan saling menyapa. Enggan bertukar kabar. Oh, tepatnya, kembali menjadi orang asing. Karena sebelum ini, hal ini sudah terjadi sebelum hari ke tiga di bulan Januari. Menyakitkan memang.
Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Dan aku pun masih ingat, perihal perjalanan kita di akhir Desember. Perjalanan dimana kita dihadiahi senja yang lebih merah dari biasanya, langit yang lebih biru dari biasanya, awan yang lebih menawan bak gumpalan gula kapas yang berbaris memenuhi lapang langit, dan gemintang yang terasa jauh lebih dekat. Bersamamu memang selalu lebih indah.
Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Dan kau tahu? Bahwa rindu yang menjeratku pada semua hal tentangmu, tentang kita, ia enggan menua. Rindu yang tumbuh dan menjadi jamak, menjadi banyak, dan menciptakan rindu- rindu yang lain. Rindu yang sudah kehilangan tempat untuk kembali pulang.
Tepat di hari ke tigapuluhsatu Januari. Hari yang menempati urutan paling akhir di bulan yang biru.
Teruntuk engkau, aku ingin menyampaikan pesan, bahwa aku hanya ingin menjadi perempuan yang tetap tinggal di perjalanan kita. Menjadi perempuan yang bersedia mendengar keluh kesahmu, bersedia mendengarkan kisahmu seharian, bersedia selalu merapalkan doa-doa terbaik untukmu lalu mengaminkan setiap bahagiamu. Tentu saja menjadi perempuan yang bersedia melihatmu bahagia, dengan pilihanmu. Dan biar saja, aku yang mengurus luka ini, berusaha menahan agar ia tidak semakin liar. Nanti, di saat aku pulih, aku akan tetap menjadi teman yang mengulurkan senyum saat kau menjadi utuh dengan bahagiamu.

 (Sikunir, Dieng. 2263 mdpl. Kala itu)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Social Icons

twitter facebook

Social Icons

Featured Posts