Apa arti sebuah batas?
Penanda wilayahku, wilayahmu?
Atau justru sebagai tempat bersembunyi?
Ya, mungkin batas diciptakan untuk bersembunyi dari sebuah kesedihan yang mendalam, atau mungkin batas diciptakan untuk membentengi diri sendiri dari ketakutan-ketakutan akan sebuah kehilangan. Benar begitu?
Atau ia digunakan menjadi topeng untuk menutupi keadaanmu?
Agar semua orang yakin bahwa kamu sedang baik-baik saja, padahal tidak.
Batas
Comments(0)
Percakapan yang Belum Usai
Sebuah percakapan yang belum usai selalu meninggalkan tanda tanya.
Iya atau tidak, masih atau selesai, tinggal atau pergi, berulang kali aku menebak-nebak tapi selalu gagal menemukan jawaban.
Abu-abu. Penuh ketidakpastian. Justru sesuatu yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri. Bukankah begitu?
Sebuah percakapan yang belum usai selalu meninggalkan tanda tanya.
Antara apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan sudah tidak sejalan.
Semua serba abu-abu. Antara aku dan kamu. Dan rindu yang terbelenggu biru.
Suatu Pagi, di Sudut Malioboro
Matahari
belum tersingkap sempurna. Barangkali ia masih malu-malu atau memang masih
memberi waktu kepada awan-awan mendung
untuk bergegas terlebih dulu. Ya, pagi yang sedikit mendung. Langit pagi tak
begitu memesona seperti biasanya. Kawanan awan mendung turut mengambil bagian
pada kanvas langit Yogyakarta, pagi itu.
Jalanan Malioboro belum terlalu
ramai. Deretan toko sepanjang jalan Malioboro pun masih belum buka. Lalu lintas
kendaraan masih lengang. Namun sudah banyak pejalan kaki yang wara-wiri untuk
sekadar menikmati suasana pagi di Malioboro yang begitu khidmat. Begitupun aku.
Hanya Isyarat
Aku
menghela napas. Kisah ini terasa semakin berat membebani lidah. Aku sampai di
bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun, orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang
yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki
keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap
keluar dari bingkai mata sebelum tangan
ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara,
langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa
sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik, niscaya hatiku hangus oleh
cinta dan siksa.
Biru
Biru. Pagi yang biru.
Akhir-akhir
ini selalu tidak suka dengan suasana pagi hari. Ketika bangun, selalu dijemput pagi yang penuh bayang-bayang,
pagi yang biru. Lengkap dengan perasaan yang tidak mengenakkan, seperti ada
yang hilang, ya aku tau memang ada yang hilang, tapi aku tidak bisa lebih dari
sekadar diam dan menerima.
Biru. Pagi yang biru.
Beda
dengan pagi-pagi sebelumnya. Suasana pagi yang selalu aku rindukan. Ketika bisa
menghirup aroma pagi dalam-dalam dan membuat senyum seketika mengembang. Ketika disuguhi bau rumput yang basah dibasuh embun dan lapang
langit yang sudah mulai memamerkan warna.
Persimpangan
Terkadang, sebagai manusia kita kerap lupa bahwa dalam sebuah perjalanan pasti ada persimpangan. Persimpangan, ketika kita dihadapkan dengan beberapa pilihan. Antara tetap menjadi teman perjalanan atau memilih jalan masing-masing, lalu (kembali) menjadi orang asing. Tidak mudah memang. Tapi kita harus. Harus memutuskan.
Pernah terbayangkan sebelumnya? tentu saja tidak. Walaupun ribuan kali terucap untuk selalu menata hati ketika kemungkinan buruk itu datang, tapi aku tidak mati rasa.
Aku ingat, pertemuan pertama kita, di kotamu. Dimana senja, hujan, dan gemintang menyimpan cerita mereka masing-masing. Cerita yang sekarang aku coba simpan rapat-rapat. Karena aku tau, aku tidak sanggup melupa, aku hanya sanggup mengemasi dan menyimpan rapat-rapat.
Perjalanan
Sebuah perjalanan selalu satu paket dengan pertemuan dan perpisahan. Bertemu dengan orang-orang baru, lingkungan baru, dan tempat-tempat baru yang sebelumnya belum pernah kita kunjungi. Kemudian setelah itu harus siap dihadapkan kembali dengan sebuah perpisahan. Dihadapkan kembali dengan jarak.
Ya begitulah siklus yang Tuhan berikan. Agar kita bisa belajar untuk selalu menghargai setiap detik kebersamaan kita dengan orang yang kita temui di perjalanan kita. Karena di setiap perjalanan pasti selalu menciptakan kenangan. Kenangan dengan orang asing yang kemudian kita anggap sebagai saudara maupun kenangan dengan orang terdekat yang kita temui di perjalanan itu.
Deadline or Deathline?
Seminggu ini saya merasa bersalah ketika halaman
draft novel tidak bertambah. Stagnan di halaman 98. Sedangkan deadline tidak
bisa ditawar. Dan banyak deadline lain yang seolah menghantui saya untuk segera
diselesaikan. Seharusnya, sebuah deadline bisa memacu kreativitas saya untuk
terus berkarya. Bukan menjadi momok untuk mencari alasan-alasan absurd agar
bisa menghindari sebuah deadline. Entahlah. Mungkin saya sedang merasa jenuh
dengan rutinitas saya sehari-hari.
Jenuh? Sebuah kata yang (sebenarnya) saya benci.
Sebuah kejenuhan akan meracuni pikiran dan membuatnya semakin rumit untuk
melakukan sebuah pekerjaan—yang sebenarnya sederhana.. Seharusnya saya bisa
berkaca dari pengalaman-pengalaman saya ketika saya ‘pernah’ dikalahkan oleh
kejenuhan yang menyerang. Implikasinya? Saya merugi. Merugi karena menyiakan
waktu yang seharusnya bisa saya gunakan untuk berkarya.
Tapi entahlah. Setiap kali saya bermonolog dengan
diri saya sendiri, jawaban itu masih menjadi bayang-bayang. What’s wrong with
me?—i don’t know.
Selotip
Saya suka mengoleksi selotip
warna-warni dengan gambar-gambar yang lucu. Sebenarnya tidak ada alasan pasti
kenapa saya suka mengoleksi selotip. Hanya saja, warna-warni dan gambar-gambar
lucu di selotip itu selalu menarik perhatian saya. Ya, sesederhana itu.
Selotip. Terkadang kita menganggapnya benda kecil yang (mungkin) tidak terlalu penting. Oh, bukan tidak terlalu penting, hanya saja tidak setiap saat memerlukan benda itu, tepatnya.
Selotip. Terkadang kita menganggapnya benda kecil yang (mungkin) tidak terlalu penting. Oh, bukan tidak terlalu penting, hanya saja tidak setiap saat memerlukan benda itu, tepatnya.
Sampai pada suatu hari ketika saya
sedang duduk santai sembari membaca buku di kamar, sekilas saya melempar
pandangan ke tumpukan selotip warna-warni yang ada di meja kamar saya. Tiba-tiba
saya jadi teringat tentang tugas dari selotip-selotip itu.
Malaikat Juga Tahu
Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang
malaikat
Tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Kehidupan dan Kereta
Aku mengumpamakan
hidup seperti naik kereta. Kita tidak bisa menebak siapa yang akan duduk di
samping kita, kapan dia turun, dan siapa yang akan menggantikannya. Semua
datang silih berganti hingga kita turun di stasiun terakhir ; hingga kita meninggalkan dunia ini.
Sedikit tentang "Menyiapkan Kesuksesan Anak Anda"
Halaman pertama yang saya
baca dari buku ini adalah halaman yang belum memiliki nomor di sudut kanan
bawah, halaman persembahan. Ritual pertama yang saya lakukan jika saya membeli
buku adalah membaca halaman persembahan. Karena disanalah terdapat sebenar-benarnya
jiwa seorang penulis. Disana seperti terdapat ‘ruh’ dari sebuah buku. Kata-kata
sederhana sekalipun akan terasa begitu magis jika berada pada halaman
persembahan.
Begitupun yang saya rasakan setiap menulis halaman
persembahan dari buku-buku saya. Bukan sekadar halaman persembahan, ritual
menulis yang menguras emosi adalah ketika menulis paragraf khusus untuk
orang-orang yang menyayangi saya. Orang-orang yang bersedia menjadi pendengar
pertama dari semua kisah yang saya tulis.
Cermin
Cermin adalah senyum
yang mengembang otomatis saat pertemuan pertama kita.
Cermin adalah hujan yang turun meninggalkan jejak lingkaran-lingkaran
kecil di tanah. Dia sebagai pengingat betapa manis janji yang terucap.
Cermin
adalah genggaman erat tangan kita yang seolah menyampaikan ‘aku enggan
berpisah’. Malam itu, di dekat tugu Yogyakarta.
Berburu Senja di Puncak Rinjani
Tulisan ini ditulis untuk #ProjectMenulis #KejutanSebelumRamadhan by @nulisbuku
Berburu Senja di Puncak Rinjani
Karya : Imroatul Azizah
Sebuah perjalanan itu
merupakan proses menemukan. Menemukan tempat diluar sana yang bisa membuat kita
berada seperti di rumah. Senyaman ketika kita berada di rumah. Sebuah
perjalanan itu merupakan proses pendewasaan. Bagaimana kita menahan ego untuk
menyesuaikan diri dengan orang dan lingkungan baru. Dan aku selalu suka
perjalanan. Kabut mendominasi jingga senja di Desa Tetebatu. Sebuah desa di
kaki gunung Rinjani, Lombok Timur. Sore yang dingin, seperti hatiku. Shawl abu-abu melingkar di leherku,
sesekali ujung-ujung rambutku menari tersapu angin.
Malam
datang. Udara di Desa Tetebatu menjadi lebih dingin dari sore tadi. Ditambah
hujan rintik-rintik yang turun membasahi punggung bumi. Sepertinya alam pun
berkonspirasi untuk menghiburku di malam terakhirku di Desa Tetebatu. Sebuah
tempat singgah yang akan menjadi rumah kedua yang selalu aku rindukan. Karena
disini ada orang yang benar-benar aku sayangi. Ayah.
Satu Dekade
#ProjectMenulis #KejutanSebelumRamadhan by @nulisbuku.
Another duet story with @danissyamra.
Kadang,
ada beberapa harapan yang sulit untuk didapatkan. Bukan oleh kurangnya usaha,
atau lamanya waktu yang dinanti agar harapan itu menjadi sebuah hal yang nyata.
Hanya saja, kadang, memang Tuhan belum ingin mewujudkan harapan-harapan itu.
Sebagai seorang
perempuan dan istri, aku pernah–dan masih–berada di posisi terendah dalam hidup.
Dimana aku merasa menjadi orang yang paling bersalah, dan dipojokkan. Dimana aku
harus memilih antara menyudahi atau tetap bertahan pada sebuah harapan yang tak
kunjung nyata; memiliki anak.
Bukankah
kebahagiaan hakiki bagi seorang perempuan dan seorang istri adalah bisa menjadi
seorang ibu bagi anak-anaknya? Buah hati yang selalu dirindukan kehadirannya
oleh suamiku untuk meramaikan rumah kecil kami. Cucu-cucu lucu yang selalu
dirindukan kehadirannya oleh kedua orang tua dan mertuaku. Tapi sampai saat ini
aku belum bisa menyempurnakan kebahagiaan mereka. Bagaimana bisa aku tidak
merasa menjadi orang yang paling bersalah?
Butterflies in My Tummy
Tiga hari ini playlist di smartphone saya hanya berisikan satu lagu. Butterflies in My Tummy, salah satu lagu dari band favorit saya, Mocca. Ya, saya swinging friends ; sebutan untuk fans Mocca. Karena-entah-kenapa perasaan saya memang sedikit absurd.
I have butterflies flying around inside my tummy, when i'm with you
I hear bellchimes ringing blown by wind of spring, when i'm with you
Oh this tingling feeling...
Makes me wanna jump
Makes me wanna shout
Across the room
Oh this feeling of longing...
But damn it's so blinding, I just can't tell, If i feel happy or sad
I heard blue birds singing up around the tree, when I'm with you
Oh this tingling feeling...
Makes me wanna jump
Makes me wanna shout
Across the room
Oh this feeling of longing...
But damn it's so blinding, I just can't tell, If i feel happy or sad
I heard blue birds singing up around the tree, when I'm with you
I see rainbows appearing everywhere i go, when i'm with you
Oh this tingling feeling...
Makes me wanna sigh
Makes me wanna fly
Across the moon
Oh this feeling of longing...
But damn it's so blinding, I just can't tell, If i feel happy or sad
I have butterflies flying around inside my tummy
When i'm with you
Oh this tingling feeling...
Makes me wanna sigh
Makes me wanna fly
Across the moon
Oh this feeling of longing...
But damn it's so blinding, I just can't tell, If i feel happy or sad
I have butterflies flying around inside my tummy
When i'm with you
Saya merasa ada ribuan kupu-kupu terbang di dalam perut saya. Menggelitik.
Banyak yang bilang kalau Butterflies in My Tummy adalah lagu untuk orang yang sedang jatuh cinta.
Tapi sayangnya, saya sedang tidak jatuh cinta, belum tepatnya. Atau karena terbawa alur dari draft novel saya yang ceritanya sedang membahas seorang designer yang jatuh cinta kepada arsitek. Entahlah.
Untuk tau saya benar-benar sedang jatuh cinta atau tidak, perlu menunggu beberapa bulan. Karena sebelumnya, saya pernah merasakan hal yang sama. Tapi kurang lebih satu bulan, perasaan saya sudah berubah. Terlepas dari itu, kita tidak akan pernah tau kan kedepannya akan seperti apa, bukan? We never know but we'll know, then.
Kampus, 7 Mei 2013
16:21
Langganan:
Postingan (Atom)