Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Happy Birthday Ardiana!


Dearest you, Ardiana!
Kamu yang periang :)
Happy return of the day, dear!
Semoga semua yang kamu cita-citakan terkabul
Semoga ridho Allah selalu menyertaimu
Grow old must grow gold!
Stay greaterst one!
Sukses kuliahnya, jangan suka ngeluh, shalat yang rajin!

Aku percaya kamu hebat, kamu punya banyak mimpi. Aku pun begitu.
Karena kita adalah pemimpi!
Let's make dreams come true, dear!
We've do it!

Allah benar-benar menyayangimu.
Jangan pernah sedih dan merasa sendiri, ya!
Aku kangen kamu :"(
Kalo kangen, selalu dengerin lagunya Rio-Rindukan Dirimu

"Semoga dirimu disana kan baik-baik saja untuk selamanya.. Disini aku kan selalu rindukan dirimu wahai sahabatku"

Di hari bahagiamu, aku ikut merasakan bahagiamu dari jauh :)
Turut mendoakan untuk semua kebahagiaanmu.
Best wishes for you, dear!
Hopefully Allah always gives happiness in your life.....forever!



Stay strong!!!
And must be proud to be COCON!
Aku menyayangimu, sahabatku :)





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Memulai untuk Mengakhiri


Memulai untuk Mengakhiri

“Semua hal yang menyakitkan memang tak perlu diingat. Bukannya aku tak pernah mencoba untuk melupakan, tapi aku menikmati rasa sakit ini. Menikmati? emm, entahlah. Yang aku tau, sesakit apapun kau melukaiku, aku tetap mencintaimu sampai waktu kehilangan kakinya untuk berjalan”

Semua tetap sama. Tetap sama seperti kemarin, dua hari yang lalu, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, setahun yang lalu,  dan bahkan… ah sudahlah! Aku tak peduli seberapa lama aku mencintaimu, karena mencintaimu adalah pilihanku.

Tapi pada akhirnya, setiap manusia mempunyai batas kejenuhan. Seperti halnya jenuh mencintai. Oh bukan, maksudku jenuh mencintai apa yang seharusnya tidak pantas untuk dicintai. Atau mungkin jenuh mencintai apa yang seharusnya memang tidak harus untuk dicintai. Ketika mengenal arti cinta dan mencintai, kita memang selalu dihadapkan dengan permasalahan yang kompleks. Aku pun selalu gagal mencari jawaban atas semua yang selama ini aku rasakan. 

Banyak orang yang salah mengartikan mencintai dengan menuntut kesempurnaan dari pasangannya. Idealis? emm mungkin saja begitu. Tapi buatku, mencintai adalah bagaimana kita saling mengenal dan memahami. Dalam arti singkatnya mengenal pasangan kita secara karakteristik. Setelah tahap mengenal, barulah kita bisa memahami. Memahami apa kelebihan dan kekurangannya. Di tahap memahami inilah kita seharusnya mampu melengkapi kekurangan pasangan kita. Barulah tahap terakhir yaitu memposisikan diri kita sebagai tempat bersandar jika pasangan kita mempunyai masalah. Membantu menyelesaikan masalahnya dan tentunya selalu memberi advice untuk tetap fighting dalam keadan tersulit pun.

Jadi, cintailah orang yang kamu cintai dengan cinta. Barulah kamu bisa benar-benar mengerti apa arti mencintai yang sebenarnya. Aku pun memutuskan memulai untuk mengakhiri. Karena setiap orang mempunyai pandangan dan komitmen hidup masing-masing. Ketika sudah tidak ada kecocokan, untuk apa masih dipertahankan?


@crystalzizahh

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

#30HariLagukuBercerita


Adakah aku di hatimu?

Kau benar-benar datang. Setelah hampir dua tahun kita tak bertemu. Sesekali, kita mengobrol dari balik gagang telepon atau hanya saling menyapa dengan pesan singkat. Seperti biasa, aku menikmati hal ini ketika tanganku mendingin dan degup jantungku mencepat. Hampir dua jam kita duduk dan hanya beberapa kalimat saja yang mampu terucap. Entahlah. Lama tak bertemu membuatku canggung. Sekalipun bertemu, toh keadaannya sudah berbeda. 

“Apa kabar?”, kalimat pertama yang kau tujukan untukku.

“Adakah aku di hatimu?” 

“Gimana kuliahmu?”, kalimat keduamu. Aku menghela napas dalam-dalam. Berusaha meredam rasa sakit yang tiba-tiba menikam.

“Adakah aku di hatimu?”

Kau hanya diam.

Dan aku ulangi. "Adakah aku di hatimu?".  

"Cukup!!!", kalimat terakhirmu. Semakin sesak. Sekuat tenaga, aku menahan bulir-bulir agar tidak tumpah dari ujung kelopakku.

Kenapa kamu menyiksaku dengan cara seperti ini? Tidakkah kamu sadar ketika mataku berpura-pura tegar dan berusaha menyembunyikan airmata didepanmu? Walaupun pada akhirnya, aku menyesal bertemu denganmu kali ini. Ketika satu per satu yang kamu sembunyikan terkuak. Aku benci menyebut namanya. Aku benci ketika mendengar  kamu mengakuinya. Mungkin benar atas apa yang aku dengar dari orang-orang  bahwa cinta itu terkadang berwujud mengikhlaskan dan membiarkan pergi. 

Kali ini aku tidak akan banyak bicara. Aku juga tidak akan mencacimu. Aku hanya ingin menangis dan bersandar di pundakmu. Memastikan bahwa aku akan baik-baik saja tanpamu. Memastikan bahwa aku akan baik-baik saja atas apa yang sudah kamu lakukan dengannya. Lalu, pergilah dan bahagiakan dia. Luka ini biar menjadi urusanku.

Malam sunyi, ku impikanmu. Ku lukiskan kita bersama. Namun tak henti aku bertanya. Adakah aku di hatimu?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kepingan

Kepingan
Bagian yang awal mulanya adalah satu
Tetapi telah direcahkan menjadi abu-abu

Kepingan
Banyak orang menyebutnya sisi yang tak berguna
Tapi bagiku, dia melengkapi yang kau hina

Kepingan
Remuk menjadi beberapa bagian
Setiap bagian membawa cerita yang kau abaikan

Kepingan
Rekaman bisu suatu kenangan
Kenangan yang tak teringinkan

Kepingan
Kecil menusuk meremas jantung
Uricane-uricane berisi harapan yang kau gantung



Solo, 17 Juli 2012



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

How Precious You're in My Life

Tulisan ini khusus aku persembahkan untuk Ibuku yang hari ini beliau melaksanakan wisuda.
Aku sempatkan disela-sela kesibukkan di kampus.
Aku tulis dengan kebanggaan dan rasa cinta kasih yang luar biasa untukmu, Ibu

Ibuku yang aku cintai, maha besar Allah menciptakan insan luar biasa seperti Ibu
Sosok yang aku jadikan nomor satu disetiap untaian doaku

Ibuku yang cantik
Tempo hari ketika Ibu mengunjungiku disini, aku mencuri waktu untuk memandang wajah Ibu dengan puas
Saat Ibu terlelap, aku memandangimu tanpa jeda
Aku marah ketika mendapati keriput-keriput halus yang mulai menghiasi beberapa bagian diwajahmu
Aku marah ketika tak sengaja melihat beberapa untaian rambutmu yang mulai memutih
Aku menangis kala itu
Aku tak sanggup menahan bulir-bulir yang memaksa untuk runtuh melalui ujung kelopakku
Mereka tak mampu berbohong, Ibu
Selama ini mereka selalu aku sembunyikan dibalik senyumku
Tapi disaat aku mendapati ada kerutan halus diwajahmu dan helai putih di antara hitam rambutmu
Mereka sepakat untuk runtuh membasahi kedua pipiku
Kau tau Ibu mengapa aku menangis?
Karena aku sadar kalau aku begitu takut kehilangan Ibu kelak
Begitu takut, Ibu

Ibuku yang penyabar
Aku bangga sekali mempunyai Ibu yang tegar, Ibu yang sabar, Ibu yang penyayang sepertimu
Ibu yang selalu membelaku disaat aku dimarahi Ayah
Ibu yang selalu menyeka airmataku
Ibu yang selalu menegurku dengan tutur kata yang lembut saat aku melakukan kesalahan
Ibu yang selalu memelukku disaat aku gundah
Ibu yang selalu memberikan senyuman tercantik untukku, Ayah dan adik-adik
Ibu yang humoris
Ibu yang jago masak
Ibu yang pintar merawat tanaman
Walaupun Ibu selalu cerewet ketika nyuruh aku shalat dan mandi sambil teriak-teriak
Tapi sungguh, aku mencintai Ibu

Ibuku yang hebat
Aku minta maaf gak bisa menemani Ibu wisuda hari ini
Aku minta maaf gak bisa memeluk Ibu disaat Ibu memakai toga
Aku minta maaf gak bisa menjadi pelengkap kebahagiaan Ibu hari ini
Tapi aku yakin, kehadiran Ayah dan adik-adik pasti bisa membuat Ibu bahagia
Aku belum bisa pulang, karena masih ada kegiatan kampus
Ibu aku sedih, gak tau kenapa waktu nulis ini aku tiba-tiba menangis
Aku rindu sekali, Bu
Padahal baru dua hari Ibu balik dari sini

Ibu
Selamat ya buat wisudanya
Selamat ya buat cumlaudenya
Aaaaaaaa aku bangga banget!
I love you, Ibu
I love you so more :*



Kampus, 11 Juli 2012.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sehangat Serabi Solo

"Serabi niki pinten,Mbah?"


"Setunggal ewu mawon, cah ayu"


"Kalih nggih,Mbah.Emm rosonipun nangka kemawon"


"Oh nggih. Tenggo sekedap cah ayu"


Tak ada yang beda siang ini. Solo selalu terik. Pasar Klewer selalu ramai, riuh. Tapi aku menyukainya. Menyukai setiap sudut Pasar Klewer ini. Menyukai pedagang-pedagang disini yang sangat ramah dan njawani.Aku dilahirkan di Solo, dan tentunya tahu betul sejarah Pasar Klewer ini. Dulu, Pasar Klewer berfungsi sebagai tempat pemberhentian kereta. Masyarakat Solo pun memanfaatkannya untuk berjualan berbagai macam produk kepada penumpang kereta. Hingga akhirnya terkenal dengan nama Pasar Slompretan.Ya! Sompret yang artinya terompet. Karena suara kereta.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jingga di Ujung Senja

Lembayung jingga menggelayut di ufuk barat.
Kilaunya yang  merah keemasan begitu mempesona.
Sore itu langit begitu sempurna, mentari yang mulai meredup dan perlahan kembali ke singgasananya mampu memikat semua hati yang sedang memandangnyaa. Damai…sedamai suasana sore ini.

Aku termangu di tepi sungai Musi, menikmati lukisan Tuhan. Dan hanya ditemani sekarung rongsok hasil buruanku seharian. Sebut saja aku kotor, bau, kumal, atau apapun semaumu. Aku tak peduli. Karena yang aku tau, setiap hari Tuhan memberiku hadiah berupa senja. Senja yang selalu menawan.

"Dapat banyak hari ini?"

"Da'pulo. Cuma sekarung botol air mineral. Idak ado besi hari ini"

"Da'apo. Yang penting awak cobo berejo"

"Iyo", jawabku singkat. Diam.

"Kenapo awak tu?"

"Kecele"

"Kecele?"

"Iyo. Awak punya hidup da' pernah beruntung. Awak cobo berejo, seharian berburu rongsok. Tapi hasilnyo?"

"Da' boleh ngeluh. Manjangin tali kolor bae!"
 
"Tapi kehidupanku? aku hanya tukang rongsok. Mengais-ngais sampah. 
Mencari sesuap nasi dari sampah.
Dan penghasilanku hanya cukup buat makan sehari. 
Buat makan besok? ya harus ngerongsok lagi"
 
"Hey, da' ilok ngomong gitu!", seru Jidar sembari menepuk pundakku.
 

Aku hanya tersenyum. Tak berkata apa-apa. Kelu. 
 

"Ayo awak ke langgar. Udah adzan maghrib. Tapi awak bersih-bersih dulu awak punya badan tu!"
 

Aku hanya mengangguk.
 

Kau tau? 
Dulu aku sempat mengira kalau jingga hanya sampah yang mengotori langit di kala senja.
Tak berguna. Sama sepertiku.
Tapi aku sadar, Tak sepantasnya aku memarahi Tuhan atas apa yang aku alami.
Bangkrut dari usaha, ditinggal istri dan kedua anakku, dan aku sekarang hanya jadi tukang rongsok.
Tapi aku yakin ini hanya secuil penderitaan dari besarnya kebahagiaan.
Kebahagiaan dari Tuhan. Kebahagiaan yang hakiki. 
Bukan kebahagiaan yang aku rasakan dulu.
Kebahagiaan yang aku curi dari hak orang lain.
Dan aku pun tersadar, jingga bukan sampah yang mengotori langit di kala senja.
Jingga ada sebagai pelengkap, pemanis.
Sama seperti peluh, airmata, kecewa, marah, ada sebagai pelengkap.
Ada sebagai pemanis. Karena Tuhan menyiapkan itu semua sebagai soal ujianNya. 
Karena Tuhan hanya menginginkan kita naik kelas dimataNya. 
Dan pada akhirnya nanti, kita dapat merasakan apa itu 'manis' yang hakiki.
 
 
 
 
Da'pulo : Gak juga.
Idak ado : Gak ada.
Da'apo : Tidak apa-apa.
Awak cobo berejo : Kau sudah berusaha.
Kecele : Kecewa.
Manjangin tali kolor bae : Percuma.
Da' ilok : Gak baik.
Langgar : Musholla.
 
 


 
 
 
 
 
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pagi Kuning Keemasan

Pagi.

#507

"This innocent briliant, i hope that it will stay"
ddrrtt...ddrrtt..
"This moment is perfect, please don't go away"
ddrrtt... ddrrtt...

Nyanyian Smartphone menyapa pagi pertamaku di Pulau Lengkuas, Belitung. Aku meraihnya dan mendekatkan gagangnya ke telingaku.

"Aku tunggu di bibir pantai, sekarang", tanpa melihat layar, aku pun tau siapa pemilik suara dibalik Smartphone ini.

Aku bergegas mengenakan brown cardigan dan melangkahkan kaki menuju bibir pantai. Sengaja aku tak mengenakan alas kaki dan membiarkan telapakku bercengkrama dengan butiran-butiran kecil berwarna putih yang lembut nan cantik. Sesekali sepoi pagi menggoda ujung rambutku dan mengajaknya menari.
Silhouette sempurna seorang lelaki yang sedang berdiri di bibir pantai semakin jelas tertangkap retinaku. Aku spontan memeluknya dari arah belakang. Sembari memejamkan mata dan sungguh aku merasa nyaman. Nyaman sekali.

Lelaki itu meraih tanganku yang melingkar di pinggangnya kemudian dia berbalik ke arahku. Dia tersenyum dan mendaratkan kecupan mesra di keningku.

"Selamat pagi, Sayang. Aku mencintaimu. Benar-benar mencintaimu, my dearest wife"


Kuning.

#511

"Mbokyo dicari yang bener tho, Nduk!"

"Udah, Mah. Tapi tetep gak ketemu"

"Coba dicari di ranselnya Mas Galang, siapa tau waktu packing kemarin keselip disana"

"Di ranselnya Mas Galang? yaopo disana? isi ranselnya paling pol juga kamera"

Aku jamah setiap sudut villa 511, bongkar koper, ransel, ini itu dan hasilnya nihil! Sial!
Seingatku, udah aku masukin koper kemarin waktu packing.
Hhhh, mana bisa tidur aku nanti malam! Terserah deh mau dikatain anak TK atau apa. Yang jelas aku gak bisa tidur tanpa itu!

Aku lesehan dan bersandar di kaki sofa. Rasanya percuma liburan jauh-jauh dari Solo sampe ke Pulau Lengkuas ini kalo gak bisa tidur. Gak bisa tidur? Ya! gak bisa tidur tanpa itu! 13 tahun tidurku selalu ditemani itu, entahlah aku sendiri pun heran.

"Adek cantik, kenapa manyun?" goda Mas Galang lengkap dengan senyum nyinyirnya.

"Bodo!" ujarku ketus. "Eh opo iku, Mas?", tanyaku sambil mencoba meraih benda yang dia sembunyikan dibalik punggungya.

"Idih, apapan? mana?"

"Ahhh, Mas Galang", ucapku manja.

"Nih!"

"Kuning!!!", teriakku sambil mendekap Kuning. Boneka anak ayam hadiah dari Almarhum Papa, yang beliau berikan disaat perayaan ulang tahunku yang kelima.


Keemasan.

#514

"Cek lagi jangan sampe ada yang ketinggalan"

"Ahh bawel banget sih lo!"

"Yeee. Udah syukur gue masih mau ngingetin lo"

Pagi ini, pagi terakhir di Pulau Lengkuas. Setelah 3 hari kami ; aku dan sahabat baikku Vero kabur dari hiruk pikuk Jakarta dan deadline yang gak ada abisnya.

"Gak kerasa udah tiga hari, tambah sehari lagi boleh?"

"Gila ajah! duit gue udah abis, Fa! salah lo sendiri ngajakin gue liburan sejauh ini. Gue kan udah bilang cukup di Karimun Jawa ajah gak papa. Nah elo nyulik gue sampe ke Belitung"

"Hahaha tapi gak nyesel kan?"

"Emmm, iya sih. Untung tempatnya bagus banget. Kalo gak, lo yang gue suruh bayar semua akomodasi selama kita disini"

"Idih, enak aja lo ngomong gitu", manyun.

"Ya ampun, Fa gitu ajah ngambek. Gue becanda kali!", ujar Vero sembari menjulurkan lidahnya, menggodaku.

"Udah yuk ah! nanti kita ketinggalan pesawat"

"Udah siap bertemu Jakarta lagi? Let's!"

Kami pun bergegas meninggalkan Pulau Lengkuas ke pusat kota Belitung dengan boat sembari menikmati pagi kuning keemasan yang mempesona. So Wonderfull!














  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menunggu Lampu Hijau

"Kamu mau mengajakku kemana?"

"Hunting"

"Hunting lagi?"

"Iya! kemana lagi kalo gak hunting?"

"Pacaran sajo sama kamera!", gerutuku.

Dia spontan meraih tanganku, mengajakku bergegas. Sedangkan, tangan kanannya menenteng tripod. Ransel kamera pun sudah bertengger kokoh di punggungnya. Sejenak, dia memandangku dan tersenyum kecil. Lagi-lagi senyum itu yang membuatku kalah. Selalu seperti ini. Menemaninya hunting foto ke semua tempat yang dia mau. Menghabiskan waktu berdua. Ya! berdua. Dia dengan kameranya, aku dengan.....ah sudahlah!

"Mau hunting kemana?"

"Jam Gadang"

"Jam Gadang lagi?"

"Memangnya kenapa? udah lama kan kita gak kesana?"

"Hmmmmm", manyun.

Lima belas menit perjalanan dari rumahku menuju Jam Gadang terasa sangat lama. Mungkin karena aku terpaksa menemaninya. Lebih tepatnya sangat terpaksa. Bete kalo udah diduain sama kamera, batinku.

Jam Gadang salah satu maskot wisata di Bukit Tinggi yang selalu ramai dikunjungi pengunjung, tak terkecuali sore ini. Walaupun cuacanya sedikit absurd, dengan langit yang berwarna abu-abu. Rasanya pengin nyuri crayon birunya anak TK terus nyorat-nyoret langit. Biar cakepan dikit.

Aku berjalan di belakangnya, mengikuti jejaknya. Jemarinya sudah sibuk memainkan ujung knop lensa.  Membidik apa saja yang tertangkap oleh sembilan titik di layar object.

"Kamu keliling-keliling sendiri yah. Aku mau duduk disini ajah", kataku lirih dan bersandar di bangku beton.

Dia sama sekali tak menghiraukan ucapanku, sepertinya terlalu sibuk bercumbu dengan kamera. Aku memandangi lelaki itu dari jauh, dia Arnoldy. Sudah empat tahun kita bersama. Menjadi pacar fotografer memang begini. Bisa dibilang kalo aku pacar keduanya. Pacar pertamanya? tentu saja kamera. Tapi entahlah, aku mencintainya. Tanpa perlu alasan.

"Kak, ini ada titipan", tiba-tiba seorang gadis kecil menghampiriku. Dia menunjukkan foto seorang perempuan. Aku sepertinya mengenal sosok di foto itu. Ya benar saja, itu aku!, spontan aku mengerutan alisku.

"Adek dapat darimana foto ini?", selidikku.

Tanpa jawaban, dia langsung lari dan ketika aku mau mengejarnya, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Ibu-ibu cantik menyapaku dengan senyuman dan menunjukanku sebuah foto. Untuk kedua kalinya aku mengerutka alisku.

"Ibu dapat darimana foto ini?", tanyaku benar-benar menyelidik.

Jawaban yang sama dengan gadis kecil tadi. Hanya senyuman. Aku semakin bingung. Tak lama, orang ketiga datang dan juga menunjukkanku foto kepadaku. Dan lagi-lagi itu fotoku. Sama seperti itu hingga orang ke dua puluh dua.

Aku kembali duduk ke bangku beton dan mengamati satu per satu foto itu. Rasanya aku tak pernah berpose seperti ini, aku bahkan benar-benar tidak ingat aku pernah difoto seperti ini.

Arnoldy mengusap rambutku, dan sontak membuyarkan lamunanku. Dia tersenyum manis dan menunjukkanku sebuah foto. Benar saja, perempuan di foto itu adalah aku.

"Jadi ini ulahmu?"

"Kamu gak suka?"

"Gak lucu!"

"Kenapa masih ketus gitu sih?"

"Salahmu sendiri daritadi nyuekin aku. Udah sanah jeprat-jepret ajah sesukamu. Gak usah meduliin aku lagi"

Dia mengambil tempat disebelahku dan merangkul bahuku dari samping.

"Coba balik foto ke dua puluh tiga"

"Foto ke dua puluh tiga?"

"Foto terakhir yang barusan aku kasih ke kamu, Sayang"

Aku pun membalik foto yang Arnoldy beri. "Will You Marry Me?", tulisan yang benar-benar aku kenal siapa pemiliknya, Arnoldy.

"Tunggu lampu hijau dari orang tuaku, ya! hahahaha"



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cepek dulu dong!

"Nyil Unyil Unyil Usro.. Pak Raden tuku lombok.. dalane menggak-menggok.. motore dadi mogok..
 Nyil Unyil Unyil Usro.. Pak Raden tuku lombok.. dalane menggak-menggok.. motore dadi mogok.."

Suara nyanyian itu berasal dari segerombolan anak kecil berseragam merah putih yang tak lain adalah Unyil, Usro, Ucrit, dan Meilani. Seperti biasa, setiap berangkat atau pulang sekolah, mereka selalu bersama. Sesekali, juga terdengar gelak tawa dari candaan ringan mereka. Mereka menyebutnya persahabatan.

"Eh, Nyil.. liat deh! dipos ronda ada Pak Ogah lagi asyik-asyikan tidur tuh!", gerutu Usro.
"Iya bener-bener! mana ngoroknya keras banget lagi, huh!", kata Ucrit seraya mengiyakan perkataan Usro.

"Kita kagetin Pak Ogah ajah yuk! bukannya njagain pos ronda malah asyik-asyikan tidur", ide jail Unyil pun keluar.
"Wah! ide bagus tuh! tapi stttt... kita jalannya pelan-pelan yah!", ujar Meilani kepada ketiga temannya.

Langkah kaki mungil mereka memelan, mengendap-endap. Suara dengkuran Pak Ogah terdengar semakin keras, dan...

"Kebakaraaaan...kebakaraaaann...", teriak keempat bocah kecil itu.

"Mana kebakaran?? mana kebakaran??", Pak Ogah spontan terbangun dan ikut berteriak.

"Hahahahaaa..... Pak Ogah ketipu.. Pak Ogah ketipu..", ujar keempat bocah kecil itu sembari menyunggingkan senyum sumringah mereka.

"Ahhhh... Den Unyil, Den Usro, Den Ucrit, sama Neng Meilani mbohongin Pak Ogah nih. Gak tau Pak Ogah lagi tidur apa? malah dikerjain. Dosa loh ya ngerjain orang tua", seru Pak Ogah kesal.

"Yaaaa salah sendiri dong! abisnya Pak Ogah malah males-malesan terus. Bukannya kerja malah keenakan tidur di pos ronda", kata si Unyil.

"Eh, Den Unyil! Pak Ogah juga kerja dong! menjaga keamanan kampung, lah ini pos ronda kan kantornya Pak Ogah", ujar Pak Ogah sambil mengelus kepala botaknya.

"Mana ada kerja sambil tidur, Pak Ogah alesan ajah nih", ujar si gadis kecil, Meilani.

"Eeeehhh..Ehhhh... Eehhh... ada apa ini? kok berisik banget? gak tau kalo Pak Raden lagi tidur siang yah?", Ujar lelaki tua yang memakai kain beskap hitam, berjarit, lengkap dengan blangkon dan menggandeng tongkat pegangan mirip gagang payung. Kumisnya tebal, dia Pak Raden.

"Berdasarkan primbon yang Pak Raden baca, siang-siang gini tuh gak ilok kalo ribut. Nanti digondhol Genderuwo! mau kalian digondol Genderuwo?", sahut Pak Raden. Pak Raden memang sosok yang selalu mengaitkan kejadian-kejadian dengan apa yang tersurat di primbon kesayangannya.

"Bukan saya Pak Raden, tapi tuh si Den Unyil sama temen-temenya tadi ngagetin saya", kata Pak Ogah membela diri.

"Iya deh, Pak Ogah. Kami minta maaf ya", serempak kalimat itu terucap dari keempat bocah kecil itu.

Tiba-tiba.....

"Assalamu'alaikum, semua", ujar pemilik tubuh tinggi besar, beliau adalah Pak Lurah.

"Eh, Pak Lurah. Tumben Pak Lurah jalan-jalan siang-siang gini, ada apa, Pak?" selidik Pak raden.

"Oh, kebetulan saya mau ke masjid, mau minjem toa buat ngumumin buat kerja bakti nanti sore. Pak Raden ikut kan?", kata Pak Lurah.

"Kerja bakti??? aduuuuuhh..... pinggangku! encokku kumaaattt", keluh Pak Raden. Seperti biasa, Pak Raden selalu beralibi encoknya kumat saat disuruh ikut kerja bakti.

"Ahh Pak Raden bohong nih..", gumam si Unyil.

"Bohong piye tho? wong iki tenanan kok. Yowes, Pak raden pulang dulu. Monggo Pak Lurah, saya tak pulang dulu", kata Pak Raden sambil bergegas meninggalkan pos ronda.

"Emmm Tapi Unyil dan lainnya tetep ikut kerja bakti kan nanti sore?", tanya Pak Lurah.

"Oh masalah itu sih beres, Pak", sahut si Unyil.

"Pak Ogah juga ikut kan??", tanya si Usro kepada pemilik kepala botak itu.

"Kerja Bakti? aaaaahh ogah aaah, cepek dulu dooooong!", jawab Pak Ogah

"Huuuuuuu, idih cepek? sorry deh yah! weeeeeekkk", dengan kompak keempat bocah kecil itu menjawab. Kemudian mereka serempak tertawa.
                                                                                           



# # #
"Nah, tuh udah Ibu ceritain si Unyil, sekarang Zizi tidur dulu yah! udah malem", ucap Ibu kepada Zizi.

"Tidur? aah ogak aah, cepek dulu dong!", jawab Zizi dengan genitnya.

Ibu dan Zizi pun tertawa. Kemudian Ibu mengecup kening putri kesayangannya sembari mengucapkan selamat tidur.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cinta Itu menyembuhkan

Aku tengah sibuk membolak-balikan tubuh jenjangku didepan cermin. Merapikan long dress yang masih terlihat sedikit berantakan. Sebenarnya aku merasa aneh dengan penampilanku hari ini. Dress code dominan ungu berkolaborasi dengan chrochet abu-abu lengkap dengan pashmina salem yang terbalut rapi. Jauh berbeda dari biasanya. Jeans, hem, kets dan jilbab yang aku kenakan biasanya pun dengan model sesimple mungkin. Entahlah, aku hanya ingin tampak berbeda hari ini.

Pandanganku terarah ke smartphone yang tengah berbaring di ranjang. Aku mendekatinya lalu meraihnya. Aku memijat-mijat keypadnya untuk mengetik sebuah pesan.
"Sayang, sudah sampai mana?" yang kemudian aku send ke 12 digit nomor ponselmu.

Hufff.. aku tidak pernah merasa segugup ini. Ah, sudahlah!

Aku kembali berbalik dan mematung didepan cermin. Mengamati detail wajahku yang benar-benar terlihat berbeda. Bedak, lipgloss, maskara, eyeleaner, dan  eyeshadow yang berhasil aku curi dari kamar kakak sepupuku sudah menghiasi wajahku. Jujur, aku merasa geli dengan dandananku. Aku perempuan yang memang tak akrab dengan make-up. Terserah pendapat orang lain yang menganggapku kurang waras. Mungkin perempuan seusiaku seharusnya sudah cekatan memoles wajahnya. Tapi aku? ah! siapa peduli?

Aku pun melirik sinis ke arah meja yang berada disudut kamarku. Peralatan make-up terdampar tak beraturan. Mereka membaur dengan sobekan-sobekan tissue penuh noda bekas make-up ku tadi. Bahkan bedak yang semula padat terlihat remuk. Terbukti dari remukan-remukan yang sedikit tercecer dan menyembur keluar dari celah wadahnya. Aku hampir gila. Atau memang sudah gila karenanya. Dia sukses membuatku seperti ini.


"Astaghfirullah, Nduk? kamu sakit?", suara messo-sopran mengagetkanku. Dan pertanyaan macam apa itu? pertanyaan yang terlontar sepaket dengan mimik yang membuatku mengerutkan alis.


"Ahh, tante!", jawabku kesal. Dalam hati aku pun berteriak dan protes. Dengan penampilanku biasanya aku dianggap kurang waras dengan kodratku sebagai perempuan. Sedangkan sekarang? aku dianggap sakit? sakit jiwa maksudnya? entahlah! aku selalu heran dengan jalan pikiran mereka.


"Mau kemana emangnya, Nduk?", selidik tante. Tergambar jelas dari rautnya yang mencuriga.


"Mau ke stasiun Pasar Turi, njemput temen dari Jakarta", jawabku ketus. Memang sih, aku masih sedikit kesal.


Tante terbelalak dan spontan tertawa.
"Hahahahaaaa......teman apa teman, Nduk? kok ngunu paca'anmu?"


Sial! aku memang tak jago berakting. Sudahlah, aku tak punya banyak waktu buat ngeladenin ledekan tante.
Blackberry-ku bergetar. Pesan dari Rama.
"Aku sudah hampir sampai, Sayang". Dan entah ada apa lagi ini? tanganku mendingin dan detak jantungku mencepat. Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Ternyata sudah setengah empat.


Dengan lincahnya, jemariku kembali menari diatas keypad. Searching speed dial taksi. Lalu aku mendekatkan Blackberry ke telingaku.
"Pak, taksi satu ke alamat Perumahan Bukit Karang blok K-10 Blauran, saiki!", kataku.
"Iya, Mbak. Tunggu yah", balasnya.


Tak harus menunggu lama, taksi sudah menjemputku diluar gerbang rumah. Aku bergegas mengambil tas dan memakai flat shoes. Rupanya rinai sudah terlebih dulu menjemputku.
"Tante, aku berangkat", teriakku sembari mencincing long dress dan berlari kecil keluar gerbang. Aku langsung memasuki taksi, tak ingin bajuku semakin basah.


"Selamat sore, Mbak. Mau kemana?, tanya sopir taksi dengan ramahnya.
"Stasiun Pasar Turi, Pak. Jalan pintas ya! biar cepet!", kataku sambil membalas sunggingan senyumnya.
"Siap, Mbak", jawabnya singkat.


Laju taksi ditemani rinai yang berlarian dan berlomba membasahi bumi. Mereka menggantikan penatnya matahari. Aku pun spontan tersenyum ketika melihat hidangan lingkaran-lingkaran kecil, banyak, bertumpuk, dan berwarna yang tertangkap dari balik kaca taksi. Hari ini hari yang sangat aku tunggu. Rama kekasihku yang tinggal diratusan kilometer ke arah barat dari kotaku, hari ini menemuiku. Berkunjung ke kotaku. Dia semakin dekat, Ya! aku merasakannya. Benar-benar semakin dekat. mungkin dalam hitungan menit, jemari kita sudah bisa berpeluk, tatapan mata kita sudah bisa bercumbu melepas rindu. Aku benar-benar merindukanmu, Ramadhan Arya!


"Sudah sampai, Mbak", suara sopir taksi menyadarkan lamunanku. Tak terasa sudah sekitar 15 menit aku duduk disini.
"Iya, Pak. ini uangnya, terima kasih", kataku.


Rinai masih menyelimuti Surabaya sore itu. Aku mengontraksikan dengan cepat kedua kakiku menuju loket.
"Kereta dari Jakarta tiba pukul berapa, Pak?", tanyaku kepada petugas stasiun.
"Mungkin sekitar 5 menit lagi, Mbak. silahkan tunggu disebelah sana!", tudingan tangan petugas itu memperjelas.


Deg! 5 menit lagi? Aku merasa semakin aneh. Tanganku lebih dingin dari yang tadi. Degup jantung seraya berorkestra, Dag dig dug. Begitulah simponinya.Tapi kali ini dengan speed maksimal. Aku benar-benar gugup.


Aku duduk dan bersandar dipunggung kursi panjang. Mencoba menenangkan gaduh riuh kerinduan yang sudah mendidih. Benar saja, dalam hitungan menit deru kereta terdengan samar kemudian menjelas. Menggelitik membran timfani dan mengimpulskan ke gendang telinga. Kepala ekor panjang itu sudah nampak. Aku spontan berdiri bebarengan dengan ekor panjang yang berhenti didepanku. Bola mataku menyelidik, mencari sosok yang aku nanti.


Diantara jejalan penumpang yang turun, terlihat lelaki berjaket cokelat masak dengan ransel bertengger dipunggungnya. Aku mengenalinya! Dia! Rama!
Semburat senyum kita bertemu terlebih dahulu sebelum jemari kita berpelukan. Kita bertatap. Tatapan yang mewakilkan ribuan kata yang berkoar-koar ingin terlontar.


"Hai!", sapaan yang terdengan bodoh sekali. Kaku. Aku salah tingkah.
"Kamu cantik sekali, Tsurayya", katanya lembut sambil tersenyum manis. Simpul senyumnya benar-benar manis. Dan baiklah! semakin sempurna! aku benar-benar salah tingkah.
"Eem.. eemm.. kita langsung ajah ke kost abangku yah! kamu udah keliatan capek," kataku terpatah-patah. Mendeskripsikan dengan jelas kalau aku memang gugup. Gugup sekali.
Rama hanya mengangguk mengisyaratkan bahwa dia menyetujiu saranku. Dan lagi-lagi dibarengi dengan senyum itu.


Sebelum beranjak, tatapan kita sejenak bertemu, bercumbu melepas rindu. Kemudian jemari kita pun saling berpelukan. Bahu kita berdampingan, begitu dekat. 
"Memang benar, cinta itu menyembuhkan. Menyembuhkan dari kesepian dan penantian. Terima kasih, Tuhan. Rencanamu lebih indah dari apa yang aku bayangkan", monologku dalam hati.





 dedicated for you, stay strong! :D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Aku Sakit Karenamu, Gigi

"Ambilkan sanggulku, Nduk!", seru suara messo-sopran itu padaku.

Seketika aku bangkit dari amben tempatku merebahkan tubuh mungilku. Kemudian beranjak dan mengambilkannya sanggul yang ada dilaci meja rias. Pemilik suara messo-sopran itu sedang memutar-mutar tubuhnya di depan kaca besar sembari merapikan bagian jaritnya yang masih terlihat sedikit berantakan.

"Ini sanggulnya", kataku singkat.
"Matur suwun, Nduk", jawabnya.

Dengan cekatan, jemari-jemarinya bermain dengan rambutnya . Tak harus menunggu lama, rambutnya pun sudah berbentuk gelungan. Kemudian dia memasangkan sanggul di gelungan rambut itu. Lengkap dengan kebaya kuning gading dan jarit batik kesayangannya, dia tampak begitu njawani. Ya! itulah busana sehari-harinya. Selalu mengenakan kebaya, benting, jarit, dan lengkap dengan sanggulnya.

Dia pun keluar kamar dan duduk dikursi goyang yang berada di balai tengah rumah kami. Gendhing jawa yang dia tembangkan sukses menggelitik gendang telingaku.

Bebasan koyo ngenteni udan ing mongso ketigo
Senadyan mung sedelo ora dadi opo penting iso ngademke ati
Semono ugo roso ning atiku
Mung tansah nunggu tekamu
Ra kroso setaun kowe ninggal aku
Kangen.. kangen ning atiku

Gending jawa terfavorit yang selalu dia tembangkan. Entah berapa kali aku mendengarnya dalam sehari. Sampai aku hafal lirik tembang itu. Dizamannya dulu, dia seorang sinden yang cukup terkenal. Terbukti dari lembaran-lembaran foto hitam putih yang tertata rapi didalam tumpukan album. Kini dia hanya pensiunan sinden yang menghabiskan masa tuanya dengan duduk dikursi goyang dan bercumbu dengan kenangan-kenangannya.Wajahnya pun tak secantik dulu, disela-sela keriput yang nampak di wajahnya terpapar mantera-mantera kehidupan sebagai bukti usianya tak muda lagi.

Aku pun duduk ditangan kursi goyang berukir dan memijat-mijat pundak wanita itu. Dia pun masih melafalkan tembang-tembang jawa dengan fasihnya. Suasana seperti itulah yang membuat aku merasa berada di gendre lama yang berkiblat kebudayaan Jawa yang sangat kental. Aku sangat menyukainya. 

Dimeja terhidang sepiring  jenang kudus dan telo goreng. Disebelahnya ada secangkir teh yang tinggal separuh. Hidangan itu setia menemani tembang jawa yang menjadi soundtrack sore berhias rintik kala itu.

"Lho iku jenang teko' sopho, Nduk?

"Oh iku soko rencange Ibu kolo wingi, terose rencange Ibu saking Kudus".

"Eyang ambilno sithok, Nduk! pengin nyicipi"

"Ojok Yang! nanti giginya sakit lho. Mana bisa juga makan jenang pake gigi palsu koyok ngono!"

"Ogak Nduk, sa'itik wae gak sakit gak"

Dan aku dekatkan piring itu ke Eyang. Eyang pun mengambil sepotong  jenang kudus dan langsung mengunyahnya.

"Gigiku!!!", teriak Eyang.

Aku spontan berteriak juga mendengar teriakan Eyang.

"Kenapa? eyang kenapa?"

"Gigi palsuku copot, Nduk. Aku sakit karenamu, gigi!", rintih Eyang sambil memegang pipi kanannya.

Kita berdua pun serentak tertawa. 


dedicated for my sweet grandma. i know you so well (:










  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Satu Kali Lagi

Semua masih tertidur. Sunyi..
Mungkinkah itu perbedaan mendasar hidup dan mati?
Hidup itu ramai dan mati itu sunyi. Pikiranku kacau. Semua ide gila tentang cara bunuh diri melesat masuk ke kepalaku. Begitu banyak, begitu padat, begitu ramai. Membuat kehilangan kendali atas pikiranku sendiri. Ada apa denganku?

Aku meraih cutter dari laci. Aku perhatikan luka yang dulu pernah Aku buat. Belum sembuh sempurna. Kemarin baru saja Aku menggoresnya di tempat yang sama.
Aku membuat luka baru. Beberapa centimeter dibawahnya. Pikiran kacau saat itu masih ada. Aku buat lagi stu di sisi kanan perutku.

Sakit. Perih. Tapi pikiranku masih kacau. Brain storm? kapan berakhir? dan Aku buat lagi satu luka panjang di punggung tanganku. Darah perlahan merembes keluar.
Kubaringkan badanku. Kuletakkan lenganku di atas dada. Darah perlahan mengalir keluar ke atas dadaku. Kini sudah tenang. Semuanya pergi. Pikiran-pikiran buruk itu pergi. Semua berlalu.

Tak lama, darah di lengan dan perutku mengering. Begitu juga yang menetes di dadaku. Masih terasa perih. Aku bangkit dan membersihkann luka-lukaku di kamar mandi.

Besok hari Minggu. Tak ada tugas untuk sementara ini. Dan Aku.. sedang tak berminat untuk belajar. Aku buka laptop hitam nan usang ini, Aku tekan tuts switch on karena Aku terpikirkan sesuatu yang menarik. On-line. Hal yang sudah jarang Aku lakukan karena tumpukan modul setan itu.

Dark Angel. Identity yang selalu kugunakan. Tak lama kemudian..

(Artemis) Dark Angel, what a dark name!!! berminat untuk ngobrol?

Artemis.. cukup unik. Dia bisa siapa saja. Dia mungkin orang kesepian yang sedang mencari pasangan. Bisa juga psikopat yang sedang cari korban. Well, it's just a chat. Tak ada salahnya ngobrol sebentar.

(Dark Angel) Ya. I do need a little chat. ALS?
(Artemis) Aku cewek. Itu aja yang perlu Kamu tau. You?
(Dark Angel) Cowok. What u wanna talk about?
(Artemis) Let's see. Kita coba tema sedikit menarik. What is your wildest dream?
(Dark Angel) You first.
(Artemis) Aku ingin punya kekuatan super. Kamu?

menarik.. impian tergila? apa yang kiranya harus Aku jawab? haruskan Aku jujur untuk yang satu ini?

(Dark Angel) Well, aku ingin mati.
(Artemis) Wow. Itu jauh lebih gila. You win this.

Hm.. apa Dia meragukan Aku? jangan-jangan Dia pikir Aku bohong.

(Dark Angel) Aku serius.
(Artemis)Ya, Aku percaya. Secara statistik memang banyak orang yang berminat bunuh diri akhir-akhir ini. Apalagi yang suka bikin pengakuan lebih dulu didunia maya.
(Dark Angel) You doubt me right?
(Artemis) Is that even important? apa Kamu ingin Aku menyelamatkanmu? menasihatimu? menyadarkanmu? is that what you want?
(Dark Angel) NO NO NO
(Artemis)So what?
(Dark Angel) Aku rasa Aku ingin sekali saja ada orang yang percaya padaku.

Lama kutunggu jawaban. Apa Dia pergi?

(Dark Angel) Are u still there?
(Artemis) Yap. Aku percaya. Anggap saja begitu. Jadi sampai mana rencanamu? atau hanya berharap kematian cepat datang menjemput?
(Dark Angel) Don't know. Masih mencoba bertahan. Entah sampai kapan. Mungkin Aku benci kehidupan yang Aku jalani.
(Artemis)Okay. I hope you stop wanting death to come. Life is quite beautiful.
(Dark Angel) Is it?
(Artemis) Ya, tentunya jika Kau lihat dari perspektifku.
(Dark Angel) Then you are lucky?
(Artemis) Every human is lucky. They just don't realize it.
(Dark Angel) me too?
(Artemis) Yes. I believe you too.

Aku tersenyum sendiri. Malam ini Aku menemukan kelegaan. Kejujuran yang membebaskan. Mungkin ini maksud dari kalimat 'Honesty is the best policy'. Kejujuran kadang memang membuatmu sakit. Tapi bukankah hidup juga perlu rasa sakit?

By the way, mau tahu super power macam apa yang selalu Kau inginkan?
(Artemis) I wanna save people from death.
(Dark Angel) Well, I guess it's imposibble. Against the nature law right?
(Artemis)Hm.. benar juga. Kalau gitu Aku ganti. I wanna save people from 'almost-death' situation.
Hm.. try to save me then.
(Artemis) I'm trying too. Sorry.. go to go.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Social Icons

twitter facebook

Social Icons

Featured Posts