Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Jingga di Ujung Senja

Lembayung jingga menggelayut di ufuk barat.
Kilaunya yang  merah keemasan begitu mempesona.
Sore itu langit begitu sempurna, mentari yang mulai meredup dan perlahan kembali ke singgasananya mampu memikat semua hati yang sedang memandangnyaa. Damai…sedamai suasana sore ini.

Aku termangu di tepi sungai Musi, menikmati lukisan Tuhan. Dan hanya ditemani sekarung rongsok hasil buruanku seharian. Sebut saja aku kotor, bau, kumal, atau apapun semaumu. Aku tak peduli. Karena yang aku tau, setiap hari Tuhan memberiku hadiah berupa senja. Senja yang selalu menawan.

"Dapat banyak hari ini?"

"Da'pulo. Cuma sekarung botol air mineral. Idak ado besi hari ini"

"Da'apo. Yang penting awak cobo berejo"

"Iyo", jawabku singkat. Diam.

"Kenapo awak tu?"

"Kecele"

"Kecele?"

"Iyo. Awak punya hidup da' pernah beruntung. Awak cobo berejo, seharian berburu rongsok. Tapi hasilnyo?"

"Da' boleh ngeluh. Manjangin tali kolor bae!"
 
"Tapi kehidupanku? aku hanya tukang rongsok. Mengais-ngais sampah. 
Mencari sesuap nasi dari sampah.
Dan penghasilanku hanya cukup buat makan sehari. 
Buat makan besok? ya harus ngerongsok lagi"
 
"Hey, da' ilok ngomong gitu!", seru Jidar sembari menepuk pundakku.
 

Aku hanya tersenyum. Tak berkata apa-apa. Kelu. 
 

"Ayo awak ke langgar. Udah adzan maghrib. Tapi awak bersih-bersih dulu awak punya badan tu!"
 

Aku hanya mengangguk.
 

Kau tau? 
Dulu aku sempat mengira kalau jingga hanya sampah yang mengotori langit di kala senja.
Tak berguna. Sama sepertiku.
Tapi aku sadar, Tak sepantasnya aku memarahi Tuhan atas apa yang aku alami.
Bangkrut dari usaha, ditinggal istri dan kedua anakku, dan aku sekarang hanya jadi tukang rongsok.
Tapi aku yakin ini hanya secuil penderitaan dari besarnya kebahagiaan.
Kebahagiaan dari Tuhan. Kebahagiaan yang hakiki. 
Bukan kebahagiaan yang aku rasakan dulu.
Kebahagiaan yang aku curi dari hak orang lain.
Dan aku pun tersadar, jingga bukan sampah yang mengotori langit di kala senja.
Jingga ada sebagai pelengkap, pemanis.
Sama seperti peluh, airmata, kecewa, marah, ada sebagai pelengkap.
Ada sebagai pemanis. Karena Tuhan menyiapkan itu semua sebagai soal ujianNya. 
Karena Tuhan hanya menginginkan kita naik kelas dimataNya. 
Dan pada akhirnya nanti, kita dapat merasakan apa itu 'manis' yang hakiki.
 
 
 
 
Da'pulo : Gak juga.
Idak ado : Gak ada.
Da'apo : Tidak apa-apa.
Awak cobo berejo : Kau sudah berusaha.
Kecele : Kecewa.
Manjangin tali kolor bae : Percuma.
Da' ilok : Gak baik.
Langgar : Musholla.
 
 


 
 
 
 
 
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Social Icons

twitter facebook

Social Icons

Featured Posts