Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Marry Well

Tiba saat di mana saya menjadi lebih sensitif. Memikirkan, memilah, dan mempertimbangkan banyak hal. Inilah saat dimana saya harus menahan banyak hal demi hasil yang terbaik. Lebih terbuka dan lebih banyak mendengarkan. Berusaha menyeimbangkan antara perasaan dan kemampuan berpikir secara rasional. Ketika saya menginginkan sesuatu, saya juga harus mempunyai kemampuan  yang seimbang untuk melepas apa yang saya inginkan, jika hal itu (menurut Allah) bukan yang terbaik.


                Tiba saat di mana saya harus belajar menahan ego. Belajar mengendalikan emosi ketika dihadapkan dengan perbedaan. Berusaha untuk selalu berpikir positif, dan mencoba menjaga perasaan agar tetap sederhana. Inilah saat di mana saya harus lebih mempersiapkan diri dalam segala hal. 

                Memutuskan untuk menikah di usia muda bukanlah hal yang mudah. Sampai saat ini,  saya pun masih dalam proses belajar memahami niat, tujuan, dan keyakinan atas pernikahan itu berawal dan bermuara kepada apa dan siapa. Menjadi seorang istri dan menjadi seorang ibu untuk anak-anak saya kelak adalah hal yang tidak mudah. Dan saya benar-benar menyadari hal itu. Terkadang, saya bermonolog pada diri saya sendiri; sudah siapkah?

                Menikah pun bukan hanya tentang saya dan dia, lalu sudah. Bukan. Menikah juga tentang keluarga, sahabat, dan orang-orang terdekat kami. Mereka mempunyai porsi masing-masing dalam menyumbang doa dan mengaminkan kebahagiaan kami. Menyatukan dua keluarga yang berbeda kultur, budaya dan kebiasaan memang bukan hal yang mudah. Saling menjaga perasaan keluarga kami dan berhati-hati dalam menyiapkan segala hal agar tidak terjadi kesalahpahaman juga bukan hal yang mudah. Saya yakin, dia pun mengerti akan hal itu.

                Pertemuan kita beberapa bulan lalu, menyadarkan saya akan banyak hal. Bahwa terkadang bukan masalah seberapa lama, tapi seberapa yakin. Akan tiba saat dimana segala sesuatu kalah dengan sebuah keyakinan, begitu yang dia katakan kepada saya. Ketika dia mengatakan bahwa ingin menjalin hubungan yang serius dengan saya, disaat itulah saya memulai untuk berpikir dan mempertimbangkan banyak hal. Saya memilih berjarak dengannya. Berjarak untuk benar-benar memastikan bahwa ini bukan stranger attack, atau perasaan sesaat yang datang sekelebat. Saya pun ingin, ketika kami saling jatuh cinta, kami jatuh cinta dengan kualitas. 

                Lalu saya ingat perkataanya bahwa; terkadang bukan masalah seberapa lama, tapi seberapa yakin. Dan ketika saat itu tiba, dimana saya merasa yakin bahwa dia laki-laki yang baik. Ya, he’s a good man. Dia laki-laki yang menjadikan saya tujuan, bukan pilihan. Dia laki-laki pertama yang datang menemui orang tua dan keluarga besar saya, meyakinkan mereka bahwa dia mampu menjaga dan memperlakukan saya dengan baik. 

                Hari-hari setelah itu, kami mulai saling mengenal dan memahami lebih jauh. Bukan hanya sekadar tentang hal yang kami suka dan tidak, tapi tentang banyak hal. Di proses inilah kami harus saling terbuka dan belajar menyesuaikan diri. Memperbaiki diri dan memperbaiki kualitas ibadah. Dan ketika nanti waktu itu tiba, dan memang waktu itu adalah waktu untuk kami, kami sudah sama-sama siap dan pantas. Kami menyadari bahwa perjalanan kami masih panjang. Tapi kami tetap bersyukur bahwa segala sesuatunya selalu dimudahkan. 

                Setelah ini, mungkin kami akan lebih banyak dihadapkan dengan perbedaan, masalah, dan cobaan. Itu semua semata-mata hanyalah proses pendewasaan kami. Semoga kami bisa melewatinya dengan baik dan menyelesaikannya dengan bijak. Tiga ratus enam pulih lima hari dari sekarang adalah waktu kami untuk belajar. Dan akan tetap sama-sama belajar dihari-hari kami setelahnya. Jatuh cintalah dengan kualitas. And then, marry well!

                Dear you, I do love you!



Tuban, 2 Januari 2015

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Social Icons

twitter facebook

Social Icons

Featured Posts