Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Ada Surga di Matanya

Aku hanya mematung di kursi goyang berukir.
Sembari menikmati suguhan gending jawa yang Bapak tembangkan di balai rumah joglo kami.
Walaupun terdengar sayu, tetapi sukses menggelitik begitu mesra membran timfani dan mengimpulskan ke syaraf telinga kemudian mengoutputkan ke gendang telinga.

Tak lama
Aku pun beranjak dan memaksakan kedua kakiku berkontraksi menuju ruang kecil di ujung balai.

Aku merebahkan tubuh mungilku di amben.

Dulu,
Aku begitu kesal ketika Dia meletakkan baju kantornya sembarangan tanpa menggantungkannya di kapstock dan membuat kamar kami berantakan.
Sekarang,
Aku merasa kamar ini begitu kosong dan hampa. Bahkan terkadang Aku sengaja meletakkan beberapa baju kantornya di amben kami untuk menemaniku tidur.

Dulu,
Aku begitu kesal ketika Dia mendengkur dan mengganggu tidurku.
Sekarang,
Aku bahkan sering terbangun karena rindu akan dengkurannya dan disetiap malamku kini Aku habiskan untuk menunggunya dan berharap esok pagi Aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu,
Aku begitu kesal jika dia mengerjakan pekerjaannya di laptopku dan meninggalkannya tanpa melog-out.
Sekarang,
Aku hanya bisa memandangi laptop hitam nan usang dan mengusap tus-tustnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal disana.

Dulu,
Aku begitu kesal ketika Dia membuat kopi tapa alas dan membuat bekas dimeja makan kami.
Sekarang,
Bekas yang tertinggal di sarapan terakhirnya pun tak mau Aku hapus.

Dulu,
Aku begitu kesal ketika Dia menyembunyikan remote televisi karena ada pertandingan sepakbola dan team favoritnya main.
Sekarang,
Dengan mudahnya Aku menemukannya, meskipun Aku berharap bisa menggantikan kehilangannya dengan kehilangan remote

Dulu,
Aku begitu kesal ketika Dia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi.
Sekarang,
Aku hanya bisa bolak balik kamar mandi untuk melihat pasta gigi yang bersanding di antara sikat gigi milik kami.

Dulu,
Aku begitu kesal dengan cara konyolnya membuatkan Aku perahu kertas warna warni untukku.
Sekarang,
Aku habiskan sebagian waktuku hanya untuk membuat banyak
perahu kertas warna-warni untuk menggantikan perahu kertas yang Aku buang ke luar jendela disaat hujan deras

Dulu,
Aku begitu kesal ketika mengetahui Aku telah hamil 3 bulan, dan itu kemarahan terbesarku kepadanya.
Sekarang,
Aku hanya bisa mengelus perutku yang nampak besar dan merasakan bulir hangat terjun bebas dari ujung kelopak mataku, turun perlahan membasahi pipi.
Sengaja Aku biarka basah, karena Aku ingin sekali Dia yang menyeka airmataku dan membacakan surat Yusuf dan Maryam untuk jundi kecil kami.

Dia,
Almarhum suamiku. Tetapi Aku sama sekali tidak mencintainya. Lebih tepatnya Aku sangat membencinya.

Kami dijodohkan.
Aku terpaksa menjalankan adat primitif yang masih kental di kebudayaan Jawa.
Adat primitif yang berundang-undangkan Primbon. Persetan dengan itu semua!

Tapi
Sekarang, lihat Aku! Aku manusia bodoh yang telah menyiakan Surga didepanku.
Seumur pernikahanku yang singkat itu Aku tidak pernah berbakti kepada suamiku.
Sekali pun tidak pernah!

Aku tidak pernah mengusap pipinya untuk membangunkannya tiap pagi, Aku tidak pernah menyiapkan pakaian kerjanya, Aku tidak pernah menyiapkan sarapan untuknya, bahkan Aku tidak peduli apakah Dia sudah makan atau belum, Aku tidak pernah menjemputnya dan menyalami tangannya di setiap Dia pulang dari kantor, dan Aku tidak pernah menjadi makmum yang mengamini doa yang Dia panjatkan di setiap shalat-shalatnya.......

Kenapa Aku baru tersadar jika Aku mencintainya disaat Dia telah pergi?
Kenapa Aku baru tersadar sekarang jika Aku sungguh-sungguh mencintainya?

Tuhan, kenapa sebegitu cepatnya Kau mengambilnya dariku sebelum Aku menyadari semuanya?


Emir
Aku sungguh mencintaimu
Aku sungguh mencintaimu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

golden buddy mengatakan...

aku maksud dengan cerita itu,yang jadi pertanyaanku siapakah sosok wanita dalam cerita itu ,thanks.. tak tunggu jawaban darimu..........

Posting Komentar

Social Icons

twitter facebook

Social Icons

Featured Posts